PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
Indikator 1 sampai 10 (Tiga Referensi)
1.
Menjelaskan pengertian dari :
·
Referensi I
(Sumber : http://herydotus.wordpress.com/2011/11/12/pengertian-ideologi-menurut-para-ahli/)
A.
Ideologi
·
Secara umum :
Sekumpulan ide, gagasan, keyakinan dan kepercayaan yang menyeluruh dan
sistematis.
·
Secara etimologi
: ideologi berasal dari kata idea = pikiran, dan logos = ilmu. Jadi secara
tertulis.
·
Para ahli :
Ø
Destut
De Traacy
Ideologi pertama kali dikemukakan oleh destut de Tracy
tahun 1796 yang berarti suatu program yang diharapkan dapat membawa suatu
perubahan institusional dalam masyarakat Perancis.
Ø
Descartes
(5 mei 2004)
Ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia.
Ø
Machiavelli
(1 agustus 2006)
Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang
dimiliki oleh penguasa.
Ø
Thomas
H (23 oktober 2004)
Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan
pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya.
Ø
Francis
Bacon (5 januari 2007)
Ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu
konsep hidup.
Ø
Napoleon
(22 desember 2003)
Ideologi keseluruhan pemikiran politik dari
rival–rivalnya.
B.
Pancasila
· Secara umum : ideologi dasar bagi negara Indonesia.
·
Secara
etimologi : Secara etimologis
“Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (Bahasa Kasta Brahmana), bahasa
rakyat biasa adalah bahasa Prakerta.
·
Para ahli :
Ø Muhammad
Yamin,
Pancasila berasal dari kata Panca yang berarti lima
dan Sila yang berarti sendi, atas, dasar atau peraturan tingkah laku yang
penting dan baik. Dengan demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi
pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.
Ø Ir.
Soekarno,
Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang
turun-temurun sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan Barat.
Dengan demikian, Pancasila tidak saja falsafah negara,
tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia.
Ø Notonegoro,
Pancasila adalah Dasar Falsafah Negara Indonesia. Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan Pancasila pada hakikatnya merupakan dasar falsafah dan Ideologi negara yang diharapkan menjadi pendangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
Pancasila adalah Dasar Falsafah Negara Indonesia. Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan Pancasila pada hakikatnya merupakan dasar falsafah dan Ideologi negara yang diharapkan menjadi pendangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
A.
Ideologi
·
Secara umum :
merupakan sistem keyakinan yang dianut masyarakat untuk menata dirinya sendiri.
·
Secara etimologi
: idea = pikiran, dan logos = ilmu.
·
Para ahli :
Ø MARX
Ideologi sangat erat
terkait dengan kekuasaan yang terpusat pada negara atau masyarakat politik
berhadap-hadapan dengan masyarakat sipil.
Ø ANTONIO
GRAMSCI
Ideologi yang dominan
tidak hanya dapat dimenangkan melalui jalan revolusi atau kekerasan oleh
institusi-institusi negara tetapu juga dapat melalui jalan hegemoni melalui
institusi-institusi negara tetapi juga dapat melalui jalan hegemoni melalui
institusi-institusi lain, seperti institusi agama, pendidikan, media massa, dan
keluarga.
B.
Pancasila
·
Secara umum : mencerminkan
nilai dan pandangan mendasar dan hakiki rakyat indonesia.
·
Secara etimologi
: memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu : panca : yang artinya lima,
syila : vokal i pendek, yang artinya batu sendi, alas, atau dasar. Syiila vokal
i panjang artinya peraturan tingkah laku yang baik atau penting.
·
Para ahli : (sama dengan
referensi I)
·
Referensi III ( Sumber: Buku Pendidikan
Kewarganegaraan Kelas XII Jilid 3 untuk SMA, Halaman 3, Penerbit Erlangga,
Bambang Suteng,dkk.)
A. Ideologi
·
Secara umum : gagasan yang merupakan istilah dan
memiliki beragam makna.
·
Secara etimologi : kata
idea = pikiran, dan logos = ilmu.
·
Para ahli : (Ada beberapa yang
menurut para ahli di buku ini tetapi telah dijelasakan di referensi I, tetapi
ada satu orang ahli lagi yang mengemukakan pengertian ideologi yaitu “Louis
Althusser (1918)”.
Ø LOUIS
ALTHUSSER (1918)
Ideologi merupakan
sistem keyakinan yang menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi internalnya.
Artinya, dalam setiap ideologi disembunyikan kontradiksi-kontradiksi dalam
ajaran-ajarannya.
B. Pancasila
·
Secara umum : rumusan
dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
·
Secara etimolog :
Kata Pancasila terdiri dari dua kata dari Sansekerta: panca berarti lima
dan, sila berarti prinsip atau asas.
·
Para ahli : (sama dengan rederensi
I)
2. Menganalisis
Makna Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
· Referensi I (Sumber : http://sharedofblog.blogspot.com/2011/02/pancasila-sebagai-ideologi-terbuka.html)
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila memberikan
orientasi ke depan, mengharuskan bangsanya untuk selalu menyadari situasi
kehidupan yang sedang dan akan dihadapinya, terutama menghadapi globalisasi dan
era keterbukaan dunia dalam segala bidang.
Referensi II (Sumber : http://my.opera.com/karuniayenisusilowaty/blog/2012/06/12/pancasila-sebagai-ideologi-terbuka-bangsa )
Pancasila
sebagai ideologi terbuka mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar Pancasila itu
dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan
tuntutan perkembangan zaman secara kreatif dengan memperhatikan tingkat
kebutuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia sendiri.
Referensi III (Sumber : LKS Pendidikan Kewarganegaraan, Kelas XII, Halaman 8)
Referensi III (Sumber : LKS Pendidikan Kewarganegaraan, Kelas XII, Halaman 8)
Pancasila sebagai
ideologi terbuka, pancasila mencerminkan nilai dan pandangan mendasar dan
hakekat rakyat indonesia dalam hubungannya dengan ketuhanan, kemanusiaan,
kekeluargaan, dan musyawarah serta keadilan sosial.
3. Mengindentifikasi Fungsi Pancasila
Referensi I (Sumber : LKS Pendidikan Kewarganegaraan, Kelas XII, Halaman 12)
Referensi I (Sumber : LKS Pendidikan Kewarganegaraan, Kelas XII, Halaman 12)
ü Pancasila sebagai
dasar negara Repulik Indonesia
ü Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa indonesia
ü Pancasila
sebagai ligatur bangsa indonesia
ü Pancasila
sebagai jati diri bangsa indonesia
·
Referensi II (Sumber : Buku Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XII Jilid 3 untuk SMA, Halaman 14, Penerbit Erlangga, Bambang Suteng,dkk.)
Referensi II (Sumber : Buku Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XII Jilid 3 untuk SMA, Halaman 14, Penerbit Erlangga, Bambang Suteng,dkk.)
a. Mempersatukan
bangsa, memelihara dan mengukuhkan persatuan dan kesatuan itu. Fungsi ini amat
penting bagi bangsa Indonesia karena sebagai masyarakat majemuk sering terancam
perpecahan.
b. Membimbing dan
mengarahkan bangsa menuju tujuannya. Pancasila memberi gambaran cita-cita
bangsa sekaligus menjadi sumber motivasi dan tekad perjuangan mencapai
cita-cita, menggerakkan bangsa melaksanakan pembangunan nasional sebagai
pengamalan Pancasila.
c. Memberikan tekad
untuk memelihara dan mengembangkan identitas bangsa. Pancasila memberi gambaran
identitas bangsa Indonesia, sekaligus memberi dorongan bagi nation and character building
berdasarkan Pancasila.
d. Menyoroti
kenyataan yang ada dan mengkritisi upaya perwujudan cita-cita yang terkandung
dalam Pancasila. Pancasila menjadi ukuran untuk melakukan kritik mengenai
keadaan bangsa dan negara.
·
Referensi III (Sumber : http://journey.adhiwus.com/kuliah/pancasila/fungsi-pancasila/)
Ø Pancasila
sebagai Jiwa Bangsa Indonesia. Pancasila dalam pengertian ini adalah seperti
yang dijelaskan dalam teori Von Savigny artinya bahwa setiap Bangsa punya
jiwanya masing-masing yang disebut Volkgeist, artinya Jiwa Rakyat atau Jiwa
Bangsa.
Pancasila sebagai jiwa Bangsa lahir bersamaan dengan adanya Bangsa
Indonesia yaitu pada jaman Sriwijaya dan Majapahit. Hal ini diperkuat oleh
Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo dalam tulisann beliau dalam Pancasila.
Beliau mengatakan antara lain bahwa tanggal 1 Juni 1945 adalah Hari Lahir
istilah Pancasila. Sedangkan Pancasila itu sendiri telah ada sejak adanya
Bangsa Indonesia
Ø Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa
Indonesia. diwujudkan dalam sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan
sikap mental. Sikap mental dan tingkah laku mempunyai ciri khas, artinya dapat
dibedakan dengan Bangsa lain. Ciri Khas inilah yang dimaksud dengan
kepribadian.
Ø Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Indonesia. Artinya Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari
dan juga merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisah antara satu
dengan yang lain.
4. Membandingkan Ideologi Terbuka dengan Ideologi
Tertutup beserta Karakteristiknya
·
Referensi I (Sumber : Buku Pendidikan
Kewarganegaraan Kelas XII Jilid 3 untuk SMA, Halaman 15-16, Penerbit Erlangga,
Bambang Suteng,dkk.)
o
Ideologi Terbuka yaitu Ideologi yang tidak
dimutlakkan.
Karakteristiknya :
a. Merupakan
kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakat (falsafah). Jadi, bukan keyakinan
ideologis sekelompok orang melainkan kesepakatan masyarakat.
b. Tidak
diciptakan oleh negara, tetapu ditemukan dalam masyarakat sendiri, ia adalah
milik seluruh rakyat, dan bisa digali dan ditemukan dalam kehidupan mereka.
o
Ideologi Tertutup yaitu Ideologi yang bersifat mutlak.
Karakteristiknya :
a. Bukan
merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan cita-cita
sebuah kelompok yang digunakan sebagai dasar untuk mrngubah masyarakat.
b. Menuntut
masyarakat untuk memiliki kesetiaan total dan kesediaan untuk berkorban bagi
ideologi tersebut.
·
Referensi II (Sumber : LKS Pendidikan Kewarganegaraan, Kelas XII,
Halaman 7)
o
Ideologi Tertutup merupakan suatu pemikiran tertutup.
Karakteristikanya :
a. Merupakan
cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui masyarakat.
b. Atas nama
ideologi dibenarkan pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat.
c. Bukan hanya
berisi nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan juga tuntutan-tuntutan
konkret dan operasional yang keras yang diajukan dengan mutlak.
o
Ideologi Terbuka merupakan suatu pemikiran yang
terbuka.
a. Nilai-nilai
dan cita-cita tidak dapat dipaksakan dari luar melainkan diambil dan digali
dari moral dan budaya masyarakat itu sendiri.
b. Bukan
berdasarkan keyakinan ideologis kelompok orang, melainkan hasil musyawarah dari
konsensus masyarakat tersebut.
c. Nilai-nilai
itu bersifat dasar dan hanya secara garis besar sehingga tidak langsung
operasional.
· Referensi III (Sumber : http://thehilmanscoy.blogspot.com/2009/09/perbedaan-antara-ideologi-terbuka-dan.html)
o
Salah satu ciri khas suatu ideologi tertutup adalah tidak hanya menentukan
kebenaran nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar saja, tetapi juga menentukan
hal-hal yang bersifat konkret operasional. Ideologi tertutup tidak mengakui hak
masing-masing orang untuk memiliki keyakinan dan pertimbangannya sendiri.
Ideologi tertutup menuntut ketaatan tanpa reserve.
o
Ideologi terbuka hanya berisi
orientasi dasar, sedangkan penerjemahannya ke dalam tujuan-tujuan dan
norma-norma sosial-politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan
nilai dan prinsip moral yang berkembang di masyarakat. Operasional cita-cita
yang akan dicapai tidak dapat ditentukan secara apriori, melainkan harus
disepakati secara demokratis. Dengan sendirinya ideologi terbuka bersifat
inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat dipakai melegitimasi kekuasaan
sekelompok orang. Ideologi terbuka hanya dapat ada dan mengada dalam sistem
yang demokratis.
5. Menjelaskan sejarah lahirnya istilah Pancasila dan
sejarah proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
Referensi I (Sumber: http://jamarisonline.blogspot.com/2011/05/proses-perumusan-pancasila-sebagai.html)
Referensi I (Sumber: http://jamarisonline.blogspot.com/2011/05/proses-perumusan-pancasila-sebagai.html)
Pada akhir Perang Dunia II, Jepang
mulai banyak mengalami kekalahan di mana-mana dari Sekutu. Banyak wilayah yang
telah diduduki Jepang kini jatuh ke tangan Sekutu. Jepang merasa pasukannya
sudah tidak dapat mengimbangi serangan Sekutu. Untuk itu, Jepang menjanjikan
kemerdekaan kepada bangsa Indonesia agar tidak melawan dan bersedia membantunya
melawan Sekutu.
Pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Jepang meyakinkan bangsa Indonesia
tentang kemerdekaan yang dijanjikan dengan membentuk Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan itu dalam bahasa
Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai. Jenderal Kumakichi Harada, Komandan
Pasukan Jepang untuk Jawa pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan
BPUPKI. Pada tanggal 28 April 1945 diumumkan pengangkatan anggota BPUPKI.
Masa Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei–1
Juni 1945)
Setelah terbentuk BPUPKI segera
mengadakan persidangan. Masa persidangan pertama BPUPKI dimulai pada tanggal 29
Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Pada masa persidangan ini, BPUPKI membahas
rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Pada persidangan dikemukakan berbagai
pendapat tentang dasar negara yang akan dipakai Indonesia merdeka. Pendapat
tersebut disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno.
Masa Persidangan Kedua (10–16 Juli 1945)
Masa persidangan pertama BPUPKI
berakhir, tetapi rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka belum terbentuk.
Padahal, BPUPKI akan reses (istirahat) satu bulan penuh. Untuk itu, BPUPKI
membentuk panitia perumus dasar negara yang beranggotakan sembilan orang
sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugas Panitia Sembilan adalah menampung
berbagai aspirasi tentang pembentukan dasar negara Indonesia merdeka. Anggota
Panitia Sembilan terdiri atas Ir. Sukarno (ketua), Abdulkahar Muzakir, Drs.
Moh. Hatta, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Mr. Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Subarjo,
Abikusno Cokrosuryo, dan A. A. Maramis. Panitia Sembilan bekerja cerdas
sehingga pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan dasar negara untuk
Indonesia merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
Pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI
dibubarkan Jepang. Untuk menindaklanjuti hasil kerja BPUPKI, Jepang membentuk
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Lembaga tersebut dalam bahasa
Jepang disebut Dokuritsu Junbi Iinkai. PPKI beranggotakan 21 orang yang
mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Mereka terdiri atas 12 orang
wakil dari Jawa, 3 orang wakil dari Sumatera, 2 orang wakil dari Sulawesi, dan
seorang wakil dari Sunda Kecil, Maluku serta penduduk Cina. Ketua PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945, menambah anggota PPKI enam orang lagi sehingga semua
anggota PPKI berjumlah 27 orang.
Proses Penetapan Dasar Negara dan
Konstitusi Negara
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI
mengadakan sidangnya yang pertama. Pada sidang ini PPKI membahas konstitusi
negara Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, serta lembaga yang
membantu tugas Presiden Indonesia. PPKI membahas konstitusi negara Indonesia
dengan menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan BPUPKI.
Perbedaan dan Kesepakatan yang Muncul dalam
Sidang PPKI
Pada sidang pertama PPKI rancangan UUD
hasil kerja BPUPKI dibahas kembali. Pada pembahasannya terdapat usul perubahan
yang dilontarkan kelompok Hatta. Mereka mengusulkan dua perubahan. Pertama, berkaitan dengan sila pertama
yang semula berbunyi ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kedua, Bab
II UUD Pasal 6 yang semula berbunyi ”Presiden ialah orang Indonesia yang
beragama Islam” diubah menjadi ”Presiden ialah orang Indonesia asli”.
·
Referensi II (Sumber : http://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/11/sejarah-pancasila-sebagai-dasar-negara/)
Referensi II (Sumber : http://takberhentiberharap.wordpress.com/2011/05/11/sejarah-pancasila-sebagai-dasar-negara/)
Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)adalah sebagai dasar negara. Pernyataan
demikian berdasarkan ketemtuan Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan sebagai
berikut :…”maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”.
Kata “berdasarkan” tersebut secara jelas
menyatakan bahwa Pancasila merupakan dasar dari NKRI. Kedudukan Pancasila
sebagai dasar negara ini merupakan kedudukan yuridis formal oleh karena
tertuang dalam ketentuan hukum negara, dalam hal ini UUD 1945 pada Pembukaan
Alenia IV. Secara historis pula dinyatakan bahwa Pancasila yang dirumuskan oleh
para pendiri bangsa (the founding fathers)
itu dimaksudkan untuk menjadi dasarnya Indonesia merdeka.
Pancasila sebagai dasar negara
mengandung makna bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi
dasar atau pedoman bagi penyelenggaraan bernegara. Pancasila sebagai dasar
negara berarti nilai-nilai Pancasila menjadi pedoman normatif bagi
penyelenggaraan bernegara.
Konsekuensi dari rumusan demikian
berarti seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintah negara Indonesia termasuk
peraturan perundang-undangan merupakan pencerminan dari nilai-nilai Pancasila.
Penyelenggaraan bernegara mengacu dan memiliki tolok ukur, yaitu tidak boleh
menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan,
nilai Kerakyatan, dan nilai Keadilan.
·
Referensi III (Sumber: http://pratama-myjoss.blogspot.com/2010/10/lahirnya-istilah-pancasila.html)
Referensi III (Sumber: http://pratama-myjoss.blogspot.com/2010/10/lahirnya-istilah-pancasila.html)
Istilah “Pancasila” pertama kali dapat
ditemukan dalam buku Sutasoma karangan Mpu Tantular yang ditulis pada Zaman
Majapahit (Abad 14). Dalam buku tersebut, istilah Pancasila diartikan sebagai
lima perintah kesusilaan (Pancasila Krama), yang berisi lima larangan sebagai
berikut:
a. Melakukan kekerasan
b. Mencuri
c. Berjiwa dengki
d. Berbohong
e. Mabuk akibat minuman keras
Selanjutnya istilah “sila” itu sendiri
dapat diartikan sebagai aturan yang melatar belakangi perilaku seseorang atau
bangsa; kelakuan atau perbuatan menurut ada; dasar; adab; akhlak; dan moral.
Pancasila diusulkan oleh Ir. Soekarno sebaga dasar negara pada sidang BPUPKI pada
tanggal 1 Juni 1945.
Sejak saat itu pula Pancasila daigunakan
sebagai nama dasar falsafah negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia,
meskipun untuk itu terdapat tata urut dan rumusan yang berbeda. Sejarah rumusan
Pancasila itu tidak dapat kita pisahkan dengan sejarah perjuangan bangsa
Indonesia dan tidak dapat pula dipisahkan dari perumusan UUD 1945.
6. Menganalisis
kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Nasional, Hakekat dan Tujuan Pembangunan
Nasional
·
Referensi I
(Sumber : http://exalute.wordpress.com/2008/07/24/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan/)
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Nasional
Pancasila sebagai paradigma, artinya
nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan
tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal
ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Hal ini sesuai dengan
kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan
negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak
berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan
bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu
dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakekat manusia menurut Pancasila
adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut
mempunyai ciri-ciri, antara lain :
a. susunan kodrat manusia terdiri atas
jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu
sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional
diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi
aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat,
pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu
mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu,
pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan
politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
·
Referensi II (Sumber : http://madhita18.wordpress.com/2011/04/27/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan/)
Referensi II (Sumber : http://madhita18.wordpress.com/2011/04/27/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan/)
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
NASIONAL
Kedudukan dan fungsi Pancasila di era
globalisasi harus mengalami revitalisasi dan reaktualisasi, sehingga
Pancasila tidak hanya sebagai ideologi negara yang formalistis belaka, tetapi
Pancasila mampu menyelesaikan setiap permasalahan bangsa yang dihadapi negeri
ini. Dengan demikian, Pancasila akan tetap lestari dan menjadi
pegangan serta perekat bangsa Indonesia dalam menghadapi setiap problematika
bangsa ini.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan
adalah Pancasila sebagai sumber, nilai, azas, kerangka berpikir, orientasi
dasar, arah dan tujuan dari suatu perubahan menuju kemajuan dan kehidupan
yang lebih baik
Dengan demikian, secara filosofis,
hakekat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung
kosekuensi bahwa segala aspek pembangunan nasional harus berdasarkan
kepada hakekat nilai-nilai dalam sila-sila Pancasila. Demikian pula
dengan proses pembangunan nasional, sebagai metode untuk mewujudkan tujuan
negara, pembangunan nasional harus dikembalikan pada dasar- dasar hakekat
manusia monopluralis
Oleh karena itu, pembangunan
nasional harus meliputi aspek jiwa
akal, rasa, dan kehendak) raga, individu, mahkluk sosial, pribadi,
dan juga kehidupan ketuhanannya. Kemudian aspek-aspek tersebut dijabarkan
dalam berbagai bidang pembangunan, antara lain : politik, ekonomi, hukum,
pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan tehnologi serta kehidupan
beragama.
·
Referensi III
(Sumber : http://satrioyudho.blogspot.com/2011/05/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan.html)
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PEMBANGUNAN NASIONAL
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Sosial, Budaya, Pertahanan dan
Keamanan Dikaitkan dengan Nilai-nilai Pancasila dalam pembangunan nasional
pasti dibutuhkan suatu kerangka pemikiran yang melandasi pembangunan nasional
itu sendiri. Oleh karena itu, pancasila dapat dijadikan sebagai landasan
pembangunan nasional. Namun demikian, dari kata-kata Pancasila sebagai
Paradigma Pembangunan Nasional bidang sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan
akan tercipta beberapa pertanyaan.
Pancasila
sebagai paradigma dalam pembangunan nasional bidang sosial dan budaya, pada
hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat
dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pancasila, sila
kedua yang berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu,
pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia,
yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Dalam upaya membangun
masyarakat seutuhnya, maka hendaknya juga berdasarkan pada sistem nilai dan
budaya masyarakat Indonesia yang sangat beragam.
Sedangkan pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional bidang pertahanan dan keamanan, memiliki arti bahwa untuk
mencapai terciptanya masyarakat hukum diperlukan penerapan dari nilai-nilai
pancasila. Hal itu disebabkan karena Negara juga memiliki tujuan untuk
melindungi segenap bangsa dan wilayah negaranya.
Nilai-nilai
pancasila dalam penerapan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional
bidang pertahanan dan keamanan adalah :
a. Sila
pertama dan kedua: pertahanan dan keamanan Negara harus mendasarkan pada tujuan
demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa.
b. Sila Ketiga: pertahanan dan keamanan Negara
haruslah mendasarkan pada tujuan demi kepentingan warga dalam seluruh warga
sebagai warga Negara.
c. Sila
keempat: pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin hak dasar persamaan
derajat serta kebebasan kemanusiaan.
d. Sila
kelima: pertahanan dan keamanan harus diperuntukan demi terwujudnya keadilan
hidup masyarakat.
7. Menganalisis Kedudukan Pancasila sebagai Sumber Nilai
Referensi I (Sumber : http://uzey.blogspot.com/2009/09/pancasila-sebagai-sumber-nilai.html)
Referensi I (Sumber : http://uzey.blogspot.com/2009/09/pancasila-sebagai-sumber-nilai.html)
a.
Nilai
Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya
pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam
semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang
religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya
pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama,
tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antarumat beragama.
b.
Nilai
Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung
arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup
bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal
sebagaimana mestinya.
c.
Nilai
Persatuan
Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke
arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan
menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia.
d.
Nilai
Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah
mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
e.
Nilai
Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat
Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai
dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif,
isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional dan
eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai
instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan
bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan
nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.
Referensi II (Sumber : http://andy-metalica.blogspot.com/2012/08/pancasila-sebagai-sumber-nilai-dan.html)
Referensi II (Sumber : http://andy-metalica.blogspot.com/2012/08/pancasila-sebagai-sumber-nilai-dan.html)
Pancasila dalam kedudukannya sebagai sumber nilai, secara umum dapat
dilihat dalam penjelasan berikut ini.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
· Merupakan
bentuk keyakinan yang berpangkat dari kesadaran manusia sebagai makhluk Tuhan.
·
Negara menjamin bagi setiap penduduk untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaan masing-masing.
·
Tidak boleh melakukan perbuatan yang anti ketuhanan dan anti kehidupan
beragama.
·
Mengembangkan kehidupan toleransi baik antar, inter, maupun antara umat
beragama.
·
Mengatur hubungan negara dan agama, hubungan manusia dengan Sang Pencipta,
serta nilai yang menyangkut hak asasi yang paling asasi.
(Dijamin dalam Pasal 29 UUD 1945,
Program pembinaan dan pelaksanaan selalu dicantumkan dalam GBHN, Regulasi UU
atau Kepmen yang menjamin kelangsungan hidup beragama.)
2. Kemanusiaan yang adil dan
beradab
·
Merupakan bentuk kesadaran manusia terhadap potensi budi nurani dalam
hubungan dengan norma-norma kebudayaan pada umumnya.
·
Adanya konsep nilai kemanusiaan yang lengkap, yang adil dan bermutu tinggi
karena kemampuannya yang berbudaya.
·
Manusia Indoensia adalah bagian dari warga dunia, meyakini adanya prinsip
persamaan harkat dan martabat sebagai hamba Tuhan.
·
Mengandung nilai cinta kasih dan nilai etis yang menghargai keberanian
untuk membela kebenaran, santun dan menghormati harkat kemanusiaan.
(Dijelmakan dalam Pasal 26, 27,
28, 28A-J, 30, dan 31 UUD 1945, Regulasi dalam bentuk peraturan
perundang-undangan sudah banyak dihasilkan.)
3. Persatuan Indonesia
·
Persatuan dan kesatuan dalam arti ideologis, ekonomi, politik, sosial
budaya, dan keamanan.
·
Manifestasi paham kebangsaan yang memberi tempat bagi keagamaan budaya atau
etnis.
·
Menghargai keseimbangan antara
kepentingan pribadi dan masyarakat.
·
Menjunjung tinggi tradisi kejuangan dan kerelaan untuk berkorban dan
membela kehormatan bangsa dan negara.
·
Adanya nilai patriotik serta penghargaan rasa kebangsaan sebagai realitas
yang dinamis.
(Dijelmakan dalam Pasal 1, 32,
35, 36, 36A-C UUD 1945, Regulasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan
sudah banyak dihasilkan.)
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
·
Paham kedaulatan yang bersumber kepada nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan
kegotongroyongan.
·
Musyawarah merupakan cermin sikap dan pandangan hidup bahwa kemauan rakyat
adalah kebenaran dan keabsahan yang tinggi.
·
Mendahulukan kepentingan negara dan masyarakat.
·
Menghargai kesukarelaan dan kesadaran daripada memaksakan sesuatu kepada
orang lain.
·
Menghargai sikap etis berupa tanggung jawab yang harus ditunaikan sebagai
amanat seluruh rakyat baik kepada manusia maupun kepada Tuhannya.
·
Menegakkan nilai kebenaran dan keadilan dalam kehidupan yang bebas, aman,
adil, dan sejahtera.
(Dijelmakan dalam Pasal 1 (ayat
2), 2, 3, 4, 5, 6, 7, 11, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 22 A-B, dan 37, Regulasi
dalam bentuk peraturan perundang-undangan sudah banyak dihasilkan.)
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
·
Setiap rakyat Indonesia diperlakukan dengan adil dalam bidang hukum,
ekonomi, kebudayaan, dan sosial.
·
Tidak adanya golongan tirani minoritas dan mayoritas.
·
Adanya keselarasan, keseimbangan, dan keserasian hak dan kewajiban rakyat
Indonesia.
·
Kedermawanan terhadap sesama, sikap hidup hemat, sederhana, dan kerja
keras.
·
Menghargai hasil karya orang lain.
·
Menolak adanya kesewenang-wenangan serta pemerasan kepada sesama.
·
Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
(Dijelmakan dalam Pasal 27, 33,
dan 34 UUD 1945, Regulasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan sudah
banyak dihasilkan.)
Referensi III (Sumber : http://ramaffasa.blogspot.com/2012/06/kedudukan-dalam-pancasila-idonesia.html)
Referensi III (Sumber : http://ramaffasa.blogspot.com/2012/06/kedudukan-dalam-pancasila-idonesia.html)
1.Pancasila Sebagai Dasar Negara
Dasar negara
merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan
kepada berdirinya sebuah negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan
pada suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila, dalam fungsinya
sebagai dasar negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur negara
Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni
pemerintah, wilayah dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah
yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan
negara Republik Indonesia.
2. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Pandangan hidup
yang diyakini suatu masyarakat maka akan berkembang secara dinamis dan
menghasilkan sebuah pandangan hidup bangsa. Pandangan hidup bangsa adalah
kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya maupun manfaatnya oleh
suatu bangsa sehingga darinya mampu menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya di
dalam sikap hidup sehari-hari.
8. Mendeskripsikan Pengertian dan Macam-macam Nilai
·
Referensi I (Sumber : http://uzey.blogspot.com/2009/09/pengertian-nilai.html)
A.
PENGERTIAN
NILAI
Nilai
adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi
manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi
kehidupan manusia.
B.
MACAM-MACAM
NILAI
Dalam
filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu :
a. Nilai logika adalah nilai benar salah.
b. Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah.
c. Nilai etika/moral adalah nilai baik buruk.
Berdasarkan
klasifikasi di atas, kita dapat memberikan contoh dalam kehidupan. Jika seorang
siswa dapat menjawab suatu pertanyaan, ia benar secara logika. Apabila ia
keliru dalam menjawab, kita katakan salah. Kita tidak bisa mengatakan siswa itu
buruk karena jawabanya salah. Buruk adalah nilai moral sehingga bukan pada
tempatnya kita mengatakan demikian.
Contoh nilai estetika adalah apabila kita melihat
suatu pemandangan, menonton sebuah pentas pertunjukan, atau merasakan makanan,
nilai estetika bersifat subjektif pada diri yang bersangkutan. Seseorang akan
merasa senang dengan melihat sebuah lukisan yang menurutnya sangat indah,
tetapi orang lain mungkin tidak suka dengan lukisan itu. Kita tidak bisa
memaksakan bahwa luikisan itu indah.
Nilai
moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik
atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua
nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia.
Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita
sehari-hari.
· Referensi II
(Sumber : LKS
Pendidikan Kewarganegaraan, Kelas XII, Halaman 21)
A.
Pengertian Nilai
Secara etimologi,
nilai (value) berasal dari bahasa latin “valere” yang berarti berharga, baik
dan berguna. Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik dan berguna bagi manusia
yang menjadi dasar penentu bagi tingkah laku manusia.
B.
Macam-macam Nilai
Nilai berhubungan erat dengan kebudayaan dan masyarakat. Setiap
masyarakat atau setiap kebudayaan memiliki nilai-nilai tertentu.
Menurut Koentjaraningrat bahwa “suatu sistem nilai budaya
biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
·
Referensi III (
Pengertian NilaiNilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada
pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang
menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada
hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan
demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan
lainnya. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan
sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.
Nilai
bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap
dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud
kebudayaan di samping sistem sosial dan karya. Alport mengidentifikasikan 6
nilai-nilaiyang terdapat dalam kehidupan masyarakat, yaitu : nilai teori, nilai
ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.Hierarkhi
NilaiHierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang
individu –masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis
memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan
bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya.
Menurutnya
nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
1. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
1. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
2. Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi
kehidupan yakni : jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum,
3. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan
dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni,
4. Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah
modalitas nilai dari yang suci.
Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu :
Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna
bagi jasmani manusia,
2. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan,
3. Nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang
bersifat rokhani manusia yang dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut :
a.
nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal atau cipta
manusia.
b.
nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia
c.
nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusiad. nilai religius yaitu
nilai kerokhanian tertinggi dan
bersifat
mutlakNilai berperan sebagai pedoman yang menentukan
kehidupan
setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata
hati
dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber
pada
berbagai sistem nilai.
9. Menganalisis Nilai-Nilai yang Terkandung dalam
Pancasila
·
Referensi I
(Sumber: http://nurulfatimah-helend.blogspot.com/2011/11/nilai-nilai-yang-terkandung-dalam.html)
a. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung
arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai
pancipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa indonesia merupakan
bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti
adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan
beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antarumat
beragama.
b. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab
mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral
dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c. Nilai Persatuan
Nilai persatuan indonesia mengandung
makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa
nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia
sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang
dimiliki bangsa indonesia..
d. Nilai
Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah
mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
e. Nilai
Keadilan
Sosial bagi seluruh rakyat indonesia
mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat
Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai
dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif,
isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional dan
eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai
instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
· Referensi II
(Sumber: http://ainyishere.blogspot.com/2011/04/nilai-nilai-yang-terkandung-dalam.html)
Nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila
Pancasila mengandung nilai-nilai dan
berguna bagi kelangsungan hidup bangsa dan Negara Indonesia. Nilai-nilai
tersebut hakikatnya merupakan kebudayaan bangsa. Nilai-nilai tersebut
semestinnya menjadi rujukan bersama bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan
Negara, memelihara keutuhan bangsa dan melakukan perbaikan nasib bangsa.
Berikut akan diuraikan nilai-nilai
penting yang dikandung dalam tiap-tiap sila Pancasila :
a.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Nilai-nilai yang dikandung dalam
sila’’ketuhanan yang maha esa’’ terkait dengan soal hubungan antara Negara
dengan agama serta hubungan antar umat beragama. Nilai-nilai itu antara lain
adalah ketaqwaan terhadap tuhan Yang Maha Esa, toleransi, kebebasan beribadah, penghormatan
kepada agama/kepercayaan lain, benturan dan kerja sama antar umat beragama.
b.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila’’kemanusiaan
yang adil dan beradab ‘’terkait dengan soal hubungan antara Negara dengan warga
Negara serta hubungan antara Negara dengan bangsa lain. Nilai-nilai itu antara
lain adalah persamaan derajat, penghargaan hak asasi manusia, nondiskriminasi, solidaritas
antar sesama manusia, solidaritas antar bangsa, keadilan, keberadaan, dan
perdamaian.
c.
Persatuan Indonesia
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila
’’persatuan Indonesia‘’ terkait dengan soal kelangsungan tanah air dan bangsa
Indonesia. Nilai-nilai itu antara lain cinta bangsa, cinta tanah air, persatuan
bangsa, penghargaan terhadap kemajemukan, kesetaraan dalam kemajemukan
[multikultutral], dan gotong royong.
d.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan /perwakilan
Nilai-nilai yang dikandung dalam sila
’’kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan‘’ terkait dengan soal pengelolaan pemerintahan
Negara, mufakat, demokrasi, partisipasi, desentralisasi, tranparansi, dan
akuntabilitas.
e.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila ’’keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia’’ terkait dengan soal upaya mewujudkan tujuan
bersama hidup bernegara. Nilai-nilai itu antara lain, keadilan sosial , kesejahteraan
sosial, pemerataan, dan jaminan sosial.
Nilai-nilai pancasila sesungguhnya
merupakan gambaran ideal mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa
Indonesia. Dalam hal ini, nilai-nilai tersebut berfungsi memberi arah mengenai
kebaikan bersama yang hendak diwujudkan dan menjadi patokan untuk menilai
keberhasilan upaya perbaikan terhadap bangsa.
·
Referensi III
(Sumber: Buku
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XII Jilid 3 untuk SMA, Halaman 19-20, Penerbit
Erlangga, Bambang Suteng,dkk.)
* Pancasila
sebagai Sumber Nilai
Pancasila
adalah sumber nilai. Itu berarti, Pancasila merupakan acuan utama bagi
pembentukan hukum nasional, kegiatan penyelenggaraan negara, partisipasi warga
negara dan pergaulan antar warga negara dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dengan kata lain, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
menjiwai seluruh kegiatan berbangsa dan bernegara.
a.
Nilai Dasar
Sebagaimana diungkapkan di muka,
Pancasila memuat lima nilai dasar tentang penyelenggaraan negara. Nilai-nilai
dasar itu meliputi: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Nilai-nilai tersebut juga tercermin dalam norma dasar, yaitu pasal-pasal
Undang-Undang Dasar 1945.
Karena merupakan nilai dasar,
nilai-nilai itu bersifat abstrak dan umum. Nilai-nilai itu relatif tidak
berubah, namun maknanya selalu bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman. Itu
bisa terjadi karena nilai-nilai dasar itu bisa terus-menerus digali dan
ditafsirkan ulang makna dan implikasinya. Melalui proses penafsiran ulang
tersebut akan didapat nilai-nilai baru yang lebih operasional, sesuai dengan
tantangan kekinian bangsa. Nilai-nilai operasional ini bisa berupa nilai instrumental maupun nilai praksis.
b.
Nilai Instrumental dan Nilai Praksis
Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar. Nilai ini
berlaku untuk kurun waktu tertentudan untuk kondisi tertentu. Sifatnya sudah
lebih bersifat kontekstual, bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman.
Dari segi kandungan nilainya, nilai instrumental tampil dalam bentuk kebijakan,
strategi, organisasi, sistem, rencana, program, yang menjabarkan lebih lanjut
nilai dasar tersebut.
Nilai Instrumental terikat oleh
perubahan waktu, keadaan atau tempat. Karena itu, nilai ini memerlukan
penyesuaian secara berkala. Penyesuaian ini untuk menjamin agar nilai dasar
tersebut tetap relevan dengan masalah-masalah utama yang dihadapi masyarakat
dalam zaman tersebut.
Nilai Instrumental tercantum dalam
seluruh dokumen kenegaraan yang menindaklanjuti UUD 1945 dan belum termasuk
nilai praksis seperti undang-undang dan banyak peraturan pelaksanaannya. Ada
tiga lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini, yaitu: (1)
Rakyat, (2) Presiden, dan (3) Dewan Perwakilan Rakyat. Sebagai lembaga
eksekutif, berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, Presiden dapat
menindaklanjuti undang-undang yang ada dengan mengeluarkan peraturan
pelaksanaannya.
Sudah tentu peraturan pelaksanaan
tersebut tidak boleh bertentangan dengan pelaksanaan itu batal secara hukum,
dan harus dicabut. Pihak yang dirugikam dapat mengadukannya kepada lembaga
pengadilan, termasuk kepada pengadikan tata usaha negara dan Mahkamah
Konstitusi.
Sesuai dengan sifat negara kita sebagai
negara berdasarkan hukum, maka untuk kepastian hukum pada dasarnya nilai
instrumental ini harus tertuang secara tertulis dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Nilai Praksis merupakan penjabaran nilai instrumental dalam situasi
konkret pada tempat tertentu dan situasi tertentu. Sifatnya amat dinamis. Nilai
praksis terdapat pada banyak wujud penerapan nilai-nilai pancasila itu baik
oleh lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, organisasi kekuatan sosial
politik, organisasi kemasyarakatan, badan-badan ekonomi, pemimpin masyarakat,
maupun oleh warga negara secara perorangan. Ringkasnya, nilai praksis itu
terkandung dalam kenyataan sehari-hari, yaitu cara bagaimana kita melaksanakan
nilai Pancasila dalam praktik hidup sehari-hari.
10. Menunjukkan sikap positif pada
pelaksanaan Pancasila sebagai Ideologi
Terbuka
Referensi I
(Sumber: http://kulimijit.blogspot.com/2009/07/sikap-positif-terhadap-pancasila.html)
Sikap positif warga Negara terhadap
nilai-nilai Pancasila terlihat dalam sejarah perjuangan bangsa dan Negara
Republik Indonesia. Sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 telah terbukti bahwa
Pancasila yang merupakan ideology, pandangan hidup bangsa, dan dasar Negara
Kesatuan RI benar-benar sesuai dengan kepribadian bangsa dan jiwa bangsa
Indonesia serta merupakan sarana untuk mengatasi dan memecahkan masalah yang
dihadapi oleh bangsa dan Negara Indonesia.
Pertama, Pancasila hanya akan berkembang
kalau segenap komponen masyarakat bersedia bersikap proaktif, terus-menerus
melakukan reinterpretasi (penafsiran ulang) terhadap Pancasila dalam suasana
dialog kritis –konstruktif. Bila
masyarakat bersikap pasif, Pancasila akan makin kehilangan relevansinya. Atau,
bisa pula Pancasila berubah menjadi ideology tertutup, karena penafsirannya
didominasi oleh penguasa atau kelompok masyarakat tertentu.
Kedua, karena terbuka untuk ditafsirkan
oleh siapa saja, bias terjadi Pancasila semata-mata ditafsirkan sesuai dengan
kepentingan si penafsir.
·
Referensi II (Sumber: http://jennerrein.wordpress.com/2010/08/27/sikap-positif-terhadap-pancasila-sebagai-idiologi-terbuka/)
Referensi II (Sumber: http://jennerrein.wordpress.com/2010/08/27/sikap-positif-terhadap-pancasila-sebagai-idiologi-terbuka/)
Pada waktu Ketua Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
membuka sidang pada tanggal 1 Juni 1945, mengemukakan bahwa di antara yang
perlu difikirkan oleh para anggota sidang adalah mengenai dasar negara bagi
negara yang akan didirikan. Oleh Bung Karno diartikan sebagai dasarnya
Indonesia Merdeka (dalam bahasa Belanda “philosofische grondslag”), yang dalam
pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 disebutnya Pancasila.
Dalam sidang-sidang berikutnya yang
dilanjutkan dalam Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia disepakati
oleh para anggota bahwa dasar negara tersebut adalah Pancasila, meskipun tidak
disebut secara eksplisit, tetapi rumusan sila-silanya dicantumkan dalam
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia. Begitu penting kedudukan dasar negara
bagi cwarga negara dalam hidup berbangsa dan bernegara, oleh karena itu perlu
difahami dengan secara mendalam masalah dimaksud.
Dalam perkembangan lebih lanjut, bahwa
Pancasila dinyatakan sebagai ideologi terbuka tidaklah diragukan lagi
kebenarannya. Sebagai ideologi terbuka Pancasila diharapkan selalu tetap komunikatif
dengan perkembangan masyarakatnya yang dinamis dan sekaligus mempermantap
keyakinan masyarakat terhadapnya. Dengan
demikian, sudah seharusnya Pancasila dibudayakan dan diamalkan, sehingga akan
menjiwai serta memberi arah proses pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dengan memperhatikan uraian-uraian
tersebut di atas, maka bagi setiap warga negara Indonesia sudah seharusnya
mengambil sikap positif terhadap kebenaran Pancasila sebagai ideologi terbuka
dengan menunjukkan sikap/perilkau positif sebagai berikut :
1. Sikap dan
Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Ketuhanan
Bahwa setiap warga negara Indonesia
sudah seharusnya memiliki pola pikir, sikap dan perilaku yang menjunjung tinggi
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan menempatkan Pancasila sebagai
ideologi terbuka, maka setiap warga negara Indonesia diberikan kebebasan untuk
memilih dan menentukan sikap dalam memeluk salah satu agama yang diakui oleh
pemerintah Indonesia. Sikap dan perilaku positif nilai-nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan
antara lain :
ü
Melaksanakan
kewajiban dalam keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
ü
Membina kerja
sama dan tolong menolong dengan pemeluk agama lain sesuai dengan situasi dan
kondisi di lingkungan masing-masing.
ü
Mengembangkan
toleransi antar umat beragama menuju terwujudnya kehidupan yang serasi, selaras
dan seimbang.
ü
Tidak memaksakan
suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain, dan
lain-lain.
2. Sikap dan
Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Kemanusiaan
Dalam menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan sesuai dengan sifat ideologi Pancasila yang terbuka, maka sikap dan
perilaku kita harus senantiasa mendudukkan manusia lain sebagai mitra sesuai
dengan harkat dan martabatnya. Hak dan kewajibannya dihormati secara beradab.
Dengan demikian tidak akan terjadi penindasan atau pemerasan.
Segala aktivitas bersama berlangsung
dalam keseimbangan, kesetaraan dan kerelaan. Sikap dan perilaku positif
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sehubungan dengan Pancasila sebagai
ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain:
ü
Memperlakukan
manusia/orang lain sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa.
ü
Mengakui
persamaan derajat, hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan
suku, keturunan, agama, jenis kelamin, kedudukan sosial, dan sebagainya.
ü
Mengembangkan
sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa dan tidak semena-mena
terhadap orang lain.
ü
Gemar melakukan
kegiatan kemanusiaan, seperti : menolong orang lain, memberi bantuan kepada
yang membutuhkan, menolong korban banjir, dan lain-lain.
3. Sikap dan
Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Persatuan Indonesia
Menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan
Indonesia sesuai dengan sifat idelogi Pancasila yang terbuka, mengharuskan
setiap warga negara Indonesia agar tetap mempertahankan keutuhan dan
tegak-kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita menyadari bahwa negara
kesatuan ini memiliki berbagai keanekaragaman (ke-Bhinneka Tunggal Ika-an) dari
segi agama, adat, budaya, ras, suku dan sebagainya yang harus didudukkan secara
proporsional.
Oleh sebab itu, jika terjadi masalah
atau konflik kepentingan maka sudah seharusnya kepentingan bangsa dan negara
diletakkan di atas kepentingan pribadi, kelompok dan daerah/golongan. Sikap dan
perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan Indonesia sehubungan
dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain :
ü
Sanggup dan rela
berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara jika suatu saat diperlukan.
ü
Bangga dan cinta
tanah air terhadap bangsa dan negara Indonesia.
ü
Mengembangkan
persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
ü
Memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa, dan lain sebagainya.
4. Sikap dan
Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai-nilai permusyawaratan/perwakilan
mengandung makna bahwa hendaknya kita dalam bersikap dan bertingkahlaku
menghormati dan mengedepankan kedaulatan negara sebagai perwujudan kehendak
seluruh rakyat. Rakyatlah yang sesungguhnya memiliki kedaulatan atau kedudukan
terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sesuai dengan sifat ideologi Pancasila
yang terbuka, maka dalam memaknai nilai-nilai permusyawaratan/perwakilan,
aspirasi rakyat menjadi pangkal tolak penyusunan kesepakatan bersama dengan
cara musyawarah/perwakilan. Apabila dengan musyawarah tidak dapat tercapai
kesepakatan, dapat dilakukan pemungutan suara.
Setiap keputusan hasil kesepakatan
bersama mengikat sedua pihak tanpa kecuali, dan semua pihak wajib
melaksanakannya. Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai
permusyawaratan/perwakilan sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka
dapat ditunjukkan antara lain :
ü
Mengutamakan
musyawarah mufakat dalam setiap mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
ü
Tidak boleh
memaksakan kehendak, intimidasi dan berbuat anarkhis (merusak) kepada
orang/barang milik orang lain jika kita tidak sependapat.
ü
Mengakui bahwa
setiap warga negara Indonesia memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
ü
Memberikan
kepercayaan kepada wakil-wakil rakyat yang telah terpilih untuk melaksanakan
musyawarah dan menjalakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, dan lain sebagainya.
5. Sikap dan
Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Keadilan Sosial
Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
keadilan sosial bagi seluruh rakuat Indonesia yang sesuai dengan sifat
Pancasila sebagai ideologi terbuka, hal ini akan mengarah pada terwujudnya
kesejahteraan lahir dan batin yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia tanpa kecuali.
Kesejahteraan harus dapat dirasakan oleh
seluruh lapisan masyarakat dan merata di seluruh daerah. Dengan demikian, dapat
dihindari terjadinya kesenjangan yang mencolok baik dibidang politik, ekonomi
maupun sosial budaya. Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai
keadilan sosial bagi seluruh Indonesia sehubungan dengan Pancasila sebagai
ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain:
ü
Mengembangkan
sikap gotong royong dan kekeluargaan dengan lingkungan masyarakat sekitar.
ü
Tidak melakukan
perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan orang lain/umum, seperti :
mencoret-coret tembok/pagar sekolah atau orang lain, merusak sarana
sekolah/umum, dan sebagainya.
ü
Suka bekerja
keras dalam memecahkan atau mencari jalan keluar (solusi) masalah-masalah
pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
ü
Suka melakukan
kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial
melalui karya nyata, seperti : melatih tenaga produktif untuk trampil dalam
sablon, perbengkelan, teknologi tepat guna, membuat pupuk kompos, dan
sebagainya.
·
Referensi III (Sumber: Buku Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XII Jilid 3 untuk SMA, Halaman 24, Penerbit Erlangga, Bambang Suteng,dkk.)
Referensi III (Sumber: Buku Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XII Jilid 3 untuk SMA, Halaman 24, Penerbit Erlangga, Bambang Suteng,dkk.)
Sikap positif itu terutama adalah
kesediaan segenap komponen masyarakat untuk aktif mengungkapkan pemahamannya
mengenai Pancasila. Drngan kata lain, Pancasila perlu diangkat dalam pentas
dialog publik. Dengan cara demikian kemungkinan terjadinya irelevansi, dominasi
penafsiran, maupun penafsiran tidak sehat terhadap Pancasila bisa dicegah.
Sikap positif lain adalah kesediaan
segenap komponen bangsa menjadikan nilai-nilai Pancasila makin tampak nyata
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehari-hari. Ini
berarti mewujudkan Pancasila sebagai kenyataan sejarah, bukan sekadar lips service (basa-basi). Jadi, reinterprestasi Pancasila itu tidak
sekadar berhenti pada doalog teoretis, melainkan harus mendarat menjadi aksi.
Tampaknya justru itulah defisit terbesar
Pancasila selama ini. Sepanjang perjalanan sejarah republik ini, terlebih lagi
pada masa Orde Baru, Pancasila lebih banyak menjadi bahan omongan daripada
penuntun tindakan. Akibatnya, terjadi kesenjangan yang makin lebar antara
ideal-ideal dalam Pancasila dengan kondisi nyata kehidupan bangsa Indonesia.
Dengan kata lain, sikap positif yang
paling dibutuhkan untuk menjadikan Pancasila sebagai ideology terbuka yang
berwibawa adalah terus – menerus secara konsisten berjuang memperkecil kesenjangan
antara ideal-ideal Pancasila dengan kenyataan kehidupan berbangsa sehari-hari.
Untuk
itu, semua komponen bangsa dapat dan perlu melibatkan diri sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Hal itu bisa dimulai dari diri sendiri, lalu meluas ke
lingkungan tempat kita berkiprah.